Ketika dikritik saat memaksa tunarungu berbicara, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini memberikan penjelasannya kepada seorang perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia (Gerkatin) bernama Stefanus.
Risma mengatakan bahwa dirinya tidak mengurangi peran dari bahasa isyarat untuk para penyandang disabilitas tunarungu wicara.
"Stefan, ibu tidak... ibu tidak mengurangi bahasa isyarat, tapi kamu tahu Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin ibu ajarkan kepada kalian terutama anak-anak yang dia menggunakan alat bantu dengar sebetulnya tidak mesti dia bisa, sebetulnya tidak mesti bisu. Jadi karena itu kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga," kata Risma seperti terlihat dari Youtube Kemensos yang dikuti pada Jumat (3/12/2021).
Baca Juga: Paksa Tunarungu Bicara, Risma Langsung Kena Kritik Disaat Itu Juga
"Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi," sambungnya.
Kemudian, ia mengatakan bahwa dirinya belajar tentang hal itu dari Angkie Yudistia yang merupakan penyandang disabilitas tunarungu dan saat ini menjadi Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Risma menyebut Angkie berlatih berbicara sehingga bisa sejelas seperti sekarang ini.
"Saya belajar ini dari Mbak Angkie. Mbak Angki dulu pada waktu berapa tahun lalu waktu ibu awal jadi wali kota ketemu dengan Mbak Angkie. Saat itu Mbak Angkie bicaranya tidak jelas seperti sekarang tapi sekarang karena dilatih terus oleh Mbak Angkie, sekarang bicaranya sangat jelas. Mengerti ya Stefan?" Ucap Risma.
Lantas, Stefan mengatakan kemampuan bicara anak tuli itu berbeda-beda.
"Jadi kemampuan bicara anak tuli itu bermacam-macam. Jadi ada yang memang tuli sejak kecil seperti Mbak Angkie. Kemampuan bahasa isyaratnya juga beragam-ragam, ada yang bisa berbahasa isyarat, ada yang tidak bisa berbahasa isyarat," ujarnya.
"Jadi itu yang harus dihargai. Plus bahasa isyarat itu bisa memberikan pemahaman pada orang tuli. Contohnya ada juru bicara bahasa isyarat, orang tuli bisa melihat juru bicara bahasa isyarat dengan jelas ketika situasi acara seperti ini. Itu juga sebuah akses bagi kami," sambungnya.
Baca Juga: Duh... Ternyata Ada Puluhan Peserta Reuni 212 dari Luar Jakarta Diperiksa Polisi
Kemudian, Risma mengatakan "Aku sangat setuju itu, tapi saya berharap kita harus mencoba. Setuju? Kita harus mencoba."
"Saya hanya ingin menyampaikan saja. Mohon maaf tadi bukan tidak menghormati ibu, bukan tidak setuju dengan ibu tapi saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya saja," lanjut Stefan.
Sebelumnya, Risma memaksa penyandang tunarungu untuk berbicara di depan publik dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 pada Rabu (1/12/2021).
Hal ini terlihat dari Youtube Kementerian Sosial (kemensos), saat Risma mengunjungi berbagai stand pameran karya penyandang disabilitas.
Kemudian, setelah sampai di stand lukisan dari penyandang tunarungu dan anak tersebut menyelesaikan lukisannya, Risma meminta mereka naik ke atas panggung.
Anfil dan Aldi, itulah nama kedua anak tersebut. Anfil merupakan penyandang disabilitas mental dan rungu, ketika diminta menyampaikan hal yang ingin disampaikan pada Risma secara langsung. Ia pun langsung berbicara.
Namun, Aldi yang juga penyandang disabilitas autisme dan ada gangguan dalam berkomunikasi diminta berbicara, tapi Aldi tak berbicara.
"Aldi, ini ibu. Kamu sekarang harus bicara, kamu bisa bicara. Ibu paksa kamu untuk bicara. Tadi melukis pohon, ini pohon kehidupan. Aldi ini pohon kehidupan. Ibu lukis hanya sedikit tadi dilanjutkan oleh temanmu Anfield. Nah, Aldi, yang ibu ingin sampaikan, kamu punya di dalam, apa namanya, pikiranmu, kamu harus sampaikan ke ibu, apa pikiranmu," ucap Risma.
"Kamu sekarang, ibu minta bicara, nggak pakai alat. Kamu bisa bicara," lanjutnya.