Jokowi Ngaku Ikhlas Dicaci Maki, KontraS Nyeletuk: Tapi Kok Kritik Dibungkam, Warga Dikriminalisasi Tuh!

Jokowi Ngaku Ikhlas Dicaci Maki, KontraS Nyeletuk: Tapi Kok Kritik Dibungkam, Warga Dikriminalisasi Tuh! Kredit Foto: Istimewa

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)  menilai pidato Presiden Jokowi yang mengklaim dirinya tak masalah disebut sebagai Firaun dan presiden tolol hanyalah sekedera klaim. KontraS menilai pernyataan yang disampaikan kepala negara dalam sidang tahunan MPR, DPR dan DPD RI itu tak sesuai fakta di lapangan. 

Sebab hingga kini, masih banyak kritik masyarakat yang dibungkam, bahkan mereka yang menyampaikan kritik dikriminalisasi, tak sedikit dari mereka yang akhirnya dijebloskan ke penjara. 

Baca Juga: PDIP Sebut Prabowo Merusak Lingkungan dan Hamburkan Triliunan Rupiah Demi Ambisi Proyek Food Estate, Gerindra: Itu Program Jokowi!

"Berkaitan dengan kritik kepada pemerintah, pada fakta di lapangan kami juga masih menemukan adanya represi terhadap praktik kebebasan sipil warga negara dalam wujud kriminalisasi dan intimidasi yang diarahkan kepada warga negara yang mengajukan kritik pada kebijakan pemerintah baik dalam ruang konvensional (aksi dan demonstrasi) maupun di ranah digital (doxxing, peretasan, dsb)," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, Kamis (17/8/2023).

Berdasarkan pemantauan KontraS, sejak Januari 2022-Juni 2023 telah terjadi 183 pelanggaran hak sipil dan kebebasan berekspresi, yang menyebabkan 272 korban luka-luka dan tiga korban tewas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah masih belum menanggapi kritik warga negara dengan serius, serta terkadang masih memandang kritik warga negara sebagai bagian dari ancaman.

"Kritik yang disampaikan oleh warga negara seharusnya direspon dengan serius sebagai masukan terhadap pemerintah, bukan dibungkam," tegas Dimas.

Dimas menyesalkan, pidato kenegaraan Presiden Jokowi tidak menyinggung agenda penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang kini ingin diselesaikan oleh pemerintah melalui mekanisme nonyudisial. Ia memandang, pemerintah hanya berfokus pada pemajuan ekonomi yang berpusat pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, tetapi belum menjadikan agenda penuntasan Pelanggaran HAM Berat sebagai agenda utama pemerintah.

Lebih lanjut, kata Dimas, saat ini Indonesia juga sedang dalam proses untuk menjadi anggota Dewan HAM PBB. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah menjadikan agenda penuntasan pelanggaran HAM berat sebagai perhatian utama.

Baca Juga: Murka Gegara Tarif Ceramah, Habib Bahar Tempeleng Jamaah: Bagi Ana Ceramah Itu….

Baca Juga: Jika Pilih Prabowo Ketimbang Ganjar, Loyalis Ganjar: Jokowi dan Keluarga Bisa Dicap Pengkhianat dan Malin Kundang!

"Pemerintah seharusnya menjadikan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat sebagai agenda utama di akhir periode kepemimpinan Presiden Jokowi, mengingat Presiden Jokowi menyinggung adanya lembaga internasional yang menyatakan bahwa Indonesia disebut sebagai negara dengan international trust serta comprehensive power, maka mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara komprehensif tentu akan berdampak positif bagi international trust berbagai negara dan kelompok masyarakat sipil terhadap pemerintah Indonesia," ucap Dimas.

Selanjutnya
Halaman

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover