Pengamat ekonomi dan politik Anthony Budiawan merasa mustahil Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak membantah bakal capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan yang mengatakan pengusaha mengalami pemeriksaan pajak ketat usai berinteraksi dengan dirinya.
Karena menurut Anthony, Kemenkeu mustahil mengakui bahwa pemeriksaan Wajib Pajak (WP) dilakukan kepada pengusaha karena indikasi membantu capres tertentu, dalam hal ini Anies Baswedan, ia juga mengingatkan kata pepatah lama.
Baca Juga: Curiga Urutan Survei Ganjar, Prabowo, dan Anies Terbalik
"Pepatah bilang: maling ngaku, penjara penuh. Jadi mana mungkin Kemenkeu bilang: ya, kami periksa WP tersebut karena ada indikasi bantu capres tertentu," ungkap Anthony.
Lebih lanjut, ia pun menunjukkan inti dari pernyataan Staf Khusus Kemenkeu Yustinus Prastowo yang membantah Anies mengenai pengusaha yang diperiksa pajak setelah berinteraksi.
"Inti dari pernyataan Prastowo: kekuasaan DJP sangat besar, bisa periksa siapa saja yang “dicurigai”!" ujarnya dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Kamis (21/9).
Pepatah bilang: maling ngaku, penjara penuh. Jadi mana mungkin Kemenkeu bilang: “ya, kami periksa WP tersebut karena ada indikasi bantu capres tertentu”.
— Anthony Budiawan (@AnthonyBudiawan) September 20, 2023
Inti dari pernyataan Prastowo: kekuasaan DJP sangat besar, bisa periksa siapa saja yang “dicurigai”!https://t.co/Gktr3XxmlU
Sebelumnya, Yustinus mengatakan opini dan tudingan yang disampaikan Anies memberikan kesan bahwa pemeriksaan pajak yang dilakukan kepada pengusaha atas dasar motif politis.
"Pak @aniesbaswedan yang saya hormati, terhadap opini dan tudingan yang Anda sampaikan kemarin di acara Mata Najwa di UGM, seolah ada pemeriksaan pajak yang dilakukan karena motif politis, kami sampaikan tanggapan," kata Yustinus dalam akun Twitter (X) pribadinya seperti dilihat, Rabu (20/9/2023).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak hanya bisa dilakukan berdasarkan Undang-Undang (UU) dengan cara yang profesional, jika WP menunjukkan tingkat risiko tinggi.
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melakukan pelayanan, edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan senantiasa didasarkan pada UU, aturan, tata cara yang baku, dan dilaksanakan secara profesional dan berintegritas," kata Yustinus.
"Pemeriksaan pajak hanya dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan bayar pajak atau terdapat data/informasi akurat yang menunjukkan tingkat risiko tinggi sehingga kepatuhan harus diuji," imbuhnya.
Karena hal tersebut, tidak mungkin DJP melakukan pemeriksaan dengan motif subjektif, termasuk berkaitan dengan kepentingan politik, sehingga tidak benar jika pihaknya mencampuri kepentingan politik dalam pemeriksaan pajak.
"Dengan demikian, tidak mungkin pemeriksaan dapat dilakukan dengan motif subjektif tertentu, termasuk politik. Praktik terbaik DJP, meskipun WP masuk kategori pemeriksaan, tetap dilakukan himbauan agar melakukan pembetulan SPT dan membayar pajak terutang secara sukarela," ujarnya.
"Dengan demikian kami klarifikasi, informasi yang Bapak terima perlu diperjelas dan tudingan ada penggunaan alat negara untuk kepentingan politis tertentu dipastikan tidak benar. Kemenkeu dan DJP senantiasa berkomitmen menjaga integritas dan akan menindak tegas semua pelanggaran yang dilakukan pegawai," lanjut dia.