Politikus Ferdinand Hutahaean menunjukkan cuitan yang menyesatkan dari Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Fahri Hamzah mengenai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam cuitannya, Fahri Hamzah menyindir pendukung atau loyalis Jokowi yang meninggalkan mantan Wali Kota Solo itu pada akhir periode jabatan sebagai presiden Republik Indonesia (RI).
Baca Juga: Rocky Gerung: Akhirnya Ganjar dan Anies Satu Forum Anti Jokowi
"Loyalis Jokowi yang sekarang meninggalkannya pada saat akhir jabatannya adalah sejatinya disebut apakah?" ucap Fahri Hamzah dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Jumat (20/10).
Ferdinand menanggapinya dengan mengatakan bahwa cuitan tersebut sesat, pasalnya pendukung Jokowi tidak pergi, namun tetap mendukung presiden terkait dengan program pemerintah.
"Ini contoh cuitan yang menyesatkan. Pendukung Jokowi tak pernah meninggalkan Jokowi dan tetap mendukung Jokowi terkait program pemerintah," ujarnya dalam akun X pribadinya.
Menurut Ferdinand, yang tidak didukung oleh pendukung Jokowi adalah dinasti politik, sehingga cuitan Fahri terbalik. "Tapi pendukung Jokowi tidak mendukung berdirinya dinasti politik, artinya yang meninggalkan pendukungnya adalah Pak Jokowi. Jangan dibalik bang," jelasnya.
Ini contoh cuitan yang menyesatkan. Pendukung Jokowi tak pernah meninggalkan Jokowi dan tetap mendukung Jokowi terkait program pemerintah. Tapi pendukung Jokowi tidak mendukung berdirinya dinasti politik, artinya yg meninggalkan pendukungnya adalah Pak Jokowi. Jangan dibalik bang https://t.co/2amccf4Xet
— Mpu Ferdinand Hutahaean (@ferdinand_mpu) October 20, 2023
Sementara itu, MK diketahui menerima permohonan pengubahan batas usia capres dan cawapres yang diajukan seorang mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A pada Senin (16/10/2023).
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman dikutip dari Suara.