Pegiat media sosial Jhon Sitorus mengungkapkan penyebab putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka tidak mundur dari posisi cawapres Koalisi Indonesia Maju meskipun prosesnya terbukti cacat dan ilegal.
Jhon menganggap proses Gibran menjadi cawapres cacat dan ilegal, sampai mengakibatkan pamannya, Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga menurutnya tidak mundurnya Wali Kota Solo itu sebagai pendamping Prabowo Subianto karena tidak adanya rasa malu.
Baca Juga: Ini Partai Gibran Jika Tinggalkan PDIP dan Tidak Bergabung Golkar
"Prosesnya udah CACAT, hasilnya jelas CACAT. Penuh dengan DRAMA dan tontonan NEPOTISME yang menjijikkan didepan seluruh rakyat Indonesia. Sudah terbukti CACAT dan ILEGAL, terus mengapa masih tidak mundur? Ya karena sekeluarga ga punya MALU. Dasar cawapres cacat hukum," ucap Jhon dikutip populis.id dari akun X pribadinya, Jumat (10/11).
Prosesnya udah CACAT, hasilnya jelas CACAT
— Jhon Sitorus (@Miduk17) November 10, 2023
Penuh dengan DRAMA dan tontonan NEPOTISME yang menjijikkan didepan seluruh rakyat Indonesia
Sudah terbukti CACAT dan ILEGAL, terus mengapa masih tdk mundur? Ya karena sekeluarga ga punya MALU
Dasar cawapres cacat hukum pic.twitter.com/N2XBmtKjzk
Seperti diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti bersalah melanggar kode etik dan perilaku hakim MK. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstutusi (MKMK) menjatuhkan pelanggaran berat untuk Anwar.
Hal itu disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda putusan kode etik dan perilaku hakim MK pada Selasa (7/11/2023) petang. Penyampaian keputusan itu berdasarkan hasil tiga anggota MKMK, yakni Jimly bersama dengan Bintan R. Saragih dan Wahiduddin Adams.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam ruangan rapat, Selasa dikutip dari Republika.
Dia menjelaskan, Anwar dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, prinsip integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan. Putusan itu merupakan satu dari lima amar putusan yang disampaikan oleh Jimly.
"Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar dia.