"Dengan demikian, majunya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika," ujar Julius kepada wartawan, termasuk Suara.com, Rabu (8/11/2023).
Menurut dia, keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK, tapi juga memberhentikan dia jadi hakim MK. Sebab, relasi kuasa antara rezim penguasa, MK, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu.
"Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang. Putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia," ujarnya.