Wandy pun menekankan, corporate secretary dan PR mesti mempersiapkan strategi komunikasi yang paham fenomena media sosial, bahkan menjadi penggerak utama dalam perusahaan.
“Ada satu tips dari saya, dari Pak Moeldoko maksudnya ini, Anda bisa menerapkan M-leadership, yaitu move, motivate, and make a difference untuk mendorong kemajuan perusahaan melalui peran strategis corporate secretary dan public relations di era digitalisasi dan revolusi industri 4.0 saat ini,” tambahnya.
Meskipun begitu, Founder & CEO Communications and Social Impact Advisor – VMCS Advisory Indonesia Elvera N. Makki menyinggung soal komunikasi yang dilakukan humas dan PR mesti kritis terhadap berbagai hal. Ini juga perlu melibatkan kemampuan berpikir kritis atau critical thinking dengan mempertanyakan dua hal, why dan so what.
“Apakah itu untuk menginformasikan? Menyebarkan awareness? Membagikan informasi spesifik? Mempersuasi? Itu bisa beda-beda narasinya, storytelling-nya. Jadi ditentukan dulu,” ujar Elvera di sesi diskusi panel.
“Kualifikasi yang pertama, itu juga [kita] harus mau untuk terus belajar, karena teknologinya, isunya, climate change, sustainability, ESG, kata-kata jargon yang sekarang ini membuat banyak diskusi di seluruh negara itu kita harus pahami, kita harus kuasai, dan kita harus belajar terus untuk menambah wawasan,” tegas Elvera.
Founder & CEO LSPR Institute of Communication Prita Kemal Gani juga menambahkan bahwa critical thinking tersebut dapat diimplementasi dengan rasa sensitif terhadap sebuah isu. Ia mengambil contoh kasus perang yang saat ini terjadi di beberapa negara, dan bersimpati dengan menggunakan simbol tertentu seperti Perang Israel-Palestina yang melalui emoji semangka.
“Jadi tetap kita harus berpikir, kita harus sensitif untuk itu. Terus ikut-ikutan pakai semangka, padahal kita enggak tau apa itu semangka. Terus kemudian, apa yang bisa kita lakukan? Enggak hanya sekedar menyumbang di platform crowdfunding online, tapi lakukan sesuatu untuk mengedukasi melalui storytelling. Supaya jangan terjadi di tempat kita,” tegas Prita.
Senada dengan Prita, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Investasi RI, Tina Talisa juga turut menyinggung soal peran humas dan PR di pemerintahan. Secara spesifik, Tina yang sebelumnya adalah jurnalis tersebut berhadapan langsung dengan kondisi praktikal, bahwa tantangan untuk pemerintah, sebagian besarnya, masih belum melihat pentingnya peran tersebut.
“Misalnya ada yang berpandangan sudah sangat advance, tetapi ada juga yang berpikir bahwa teman-teman yang berada di PR ini semacam tim dokumentasi,” singgung Tina. Karena itu, Tina menegaskan bahwa penting untuk melakukan penyesuaian internal agar kerja tim humas dan PR dapat optimal ke eksternal.
Tina juga menambahkan, secara umum, humas dan PR “adalah sekelompok orang atau tim yang harus paham dengan helicopter view, paham apa yang ada di organisasinya.”
Untuk itu, Head of Corporate Communications Astra yang juga Ketua Umum Perhumas dan Board Member Global Alliance for Public Relation and Communication Management, Boy Kelana Soebroto mengatakan bahwa PR atau humas harus aktif memantau tren industri, peraturan pemerintah, perilaku konsumen, inovasi produk dan layanan yang nantinya mempengaruhi bisnis ke depannya.