Pengamat politik Rocky Gerung menyebut tuntutan paslon nomor urut satu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan paslon nomor urut tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) justru akan semakin menjadi-jadi.
Rocky Gerung merasa AMIN dan Ganjar-Mahfud berpotensi menaikkan tuntutan menjadi membatalkan Pemilu 2024, karena menganggap pihak paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak adaptif terhadap tuntutan pemilu ulang tanpa keduanya.
Baca Juga: Prabowo Sepatutnya Pilih Kapolri dan Jaksa Agung Demi Penegakan Hukum, Bukan Jokowi
"Jadi kelihatannya itu tuntutan justru akan makin menjadi-jadi karena dianggap bahwa pihak 02 justru tidak adaptif terhadap tuntutan 01 03," ucapnya, dikutip populis.id dari YouTube Rocky Gerung Official, Kamis (28/3).
Lebih lanjut, menurutnya Prabowo seharusnya ikut mendorong peradilan dalam sengketa Pilpres 2024 agar bisa memperoleh legitimasi dalam kemenangannya.
"Yang sebetulnya secara logika kalau Prabowo ingin dia memperoleh legitimasi yang lebih luas dari publik mestinya dia ikut mendorong proses-proses peradilan walaupun orang anggap itu susah untuk dibuktikan," imbuhnya.
Melansir dari Republika, sejumlah pihak diketahui telah mengajukan permohonan PHPU ke MK sejak beberapa hari lalu. Timnas capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendaftarkan gugatan sengketa pada Kamis (21/3/2024).
Sementara itu, paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga mendaftarkan gugatan pada Sabtu (23/3/2024). Baik paslon nomor urut 01 atau 03, sama-sama meminta dilakukannya pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Kubu 01 dan 03 sama-sama beranggapan pencalonan Gibran diwarnai pelanggaran etika berat. Menurut mereka, paman Gibran yang saat itu menjadi Ketua MK, Anwar Usman, telah terbukti melanggar etik dalam memutus perkara syarat usia minimal cawapres. Putusan itu dianggap memuluskan Gibran maju sebagai cawapres.
Tim hukum 01 dan 03 juga menilai adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Meski begitu, dalam sidang sengketa Pilpres 2024, Anwar sendiri sudah dinyatakan tidak boleh terlibat.