Kontras Desak Kepolisian Usut Tuntas Pelaku Penembakan Massa Aksi Tolak DOB di Yahukimo Hingga Tewas

Kontras Desak Kepolisian Usut Tuntas Pelaku Penembakan Massa Aksi Tolak DOB di Yahukimo Hingga Tewas Kredit Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan aparat terhadap massa aksi warga Papua yang menolak kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Yahukimo, Papua, pada 15 Maret 2022 lalu.

Mereka mendesak aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap warga Papua harus diadili melalui mekanisme peradilan pidana (criminal justice system) dengan mengedepankan standar dan prinsip hak asasi manusia.

KontraS juga meminta Kapolda Papua untuk mengusut pelaku penembakan terhadap massa aksi unjuk rasa tersebut, serta menghukum pelaku dengan mekanisme peradilan umum.

Baca Juga: KontraS Sebut Sebanyak 13 Orang Tewas Disiksa Polisi Setahun Terakhir

Selain itu, mereka meminta Komnas HAM untuk proaktif melakukan rangkaian penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian setempat.

"Komnas HAM dapat mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang memberikan tekanan agar proses hukum terhadap para terduga pelaku penembakan dapat berjalan secara transparan dan akuntabel," ujar Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis yang diterima Populis.id, Jumat (24/6/2022).

Tak hanya itu, Rivanlee menegaskan bahwa Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga harus ikut mengawasi kasus ini agar dapat dipastikan pengusutan dilakukan secara tuntas dan komprehensif.

Baca Juga: Rencana Pemekaran Papua Jadi 5 Provinsi, Natalius Pigai: Itu Bukan Pemekaran Tapi Politik Kependudukan!

Diketahui bahwa akibat kekerasan aparat dalam penanganan massa aksi tersebut terdapat korban jiwa dan luka-luka. Mereka di antaranya Esron Weipsa dan Yakon Meklok tewas diduga terkena peluru tajam aparat keamanan tepat di bagian dada. Satu korban lagi bernama Anton Itlay berusia 23 tahun juga terkena peluru tajam aparat, sehingga kaki kirinya harus diamputasi, dan empat orang lainnya luka-luka.

Lebih lanjut Rivanlee memaparkan, tindakan brutal aparat kepolisian itu bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut dia, Kepolisian juga telah mengkhianati semangat Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap Polri) Nomor 1 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan kekuatan dalam tindak kepolisian ialah untuk mencegah, menghambat, dan menghentikan tindakan yang diduga perbuatan melawan hukum.

Baca Juga: Bertemu Dubes Selandia Baru, Bamsoet Bicara Soal Papua Hingga Ajak Investasi di IKN

"Namun dalam hal ini yang terjadi adalah sebaliknya, aparat justru menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk melukai massa aksi," tegasnya.

Dengan adanya korban jiwa dan luka-luka, kata Rivanlee, semakin menunjukkan bahwa kepolisian tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas.

KontraS juga menilai bahwa semakin masifnya pendekatan kekerasan yang diterapkan terhadap orang asli Papua adalah bukti alpanya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM bagi orang Papua.

Baca Juga: Tokoh Papua Natalius Pigai Beber Analisa Cuitan Roy Suryo Terkait Stupa Borobudur Mirip Jokowi: Ada Dua Frasa...

"Polisi seharusnya menghormati hak asasi orang Papua dalam hal unjuk rasa, berkumpul, dan menyampaikan pendapat di muka umum," ucap dia.

Seperti diketahui bahwa hak setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi telah dijamin dalam konstitusi agar dihormati dan dilindungi sebagaimana disebutkan Pasal 28E UUD 1945 dan Pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Sebelumnya sejumlah warga Papua melakukan aksi penolakan terhadap pembentukan DOB di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua, Selasa (15/3/2022).

Awalnya aksi itu berjalan damai, tetapi tiba-tiba salah satu anggota kepolisian mencoba masuk ke barisan massa untuk merobek poster ekspresi warga Papua, sehingga menyulut terjadinya kerusuhan.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover