Hijrahnya Sukmawati Memeluk Hindu dan Sikapnya Terhadap Islam: Bagian 1

Hijrahnya Sukmawati Memeluk Hindu dan Sikapnya Terhadap Islam: Bagian 1 Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf

Siapa tak kenal dengan Sukmawati Soekarnoputri? Putri langsung dari Presiden Pertama RI Ir. Soekarno yang juga adik dari Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri tersebut baru-baru ini tengah menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, wanita bernama lengkap Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri ini secara resmi baru saja 'hijrah' dari Muslimah menjadi pemeluk Agama Hindu, Selasa (26/10/2021).

Baca Juga: Jangan Kaget Dengar yang Terakhir Yah! Ini Fakta-Fakta Sukmawati Soekarnoputri Pindah Agama

Hijrah sendiri dapat diartikan sebagai berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu, merujuk kepada apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masanya untuk berpindah dari Kota Mekkah ke Madinah untuk menghindari tekanan Kaum Kafir Quraisy. 

Dalam kasus Sukmawati, ia berhijrah dari statusnya sebagai pemeluk Agama Islam menuju Agama yang bagi dirinya lebih baik atas alasan-alasan tertentu, yakni Agama Hindu. Adapun proses hijrahnya sendiri menurut Sukma setelah melewati sejumlah pertimbangan dan pemikiran matang yang cukup lama guna menemukan sebab yang melandasi keputusan tersebut. Ia mengakui, proses perpindahannya ke Agama Hindu sudah dimulai selama 66 tahun lamanya, dan baru diputuskannya kini saat dirinya genap menginjak usia 70 tahun.

Nabi Muhammad beserta pengikutnya sendiri melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah atas dasar yang kuat. Demi tegaknya prinsip Islam yang mereka anut dan bisa mereka jalani tanpa harus bergelut dengan rasa cemas akan gangguan dari Kafir Quraisy. Selain itu, sudah jelas bahwa hal tersebut merupakan perintah langsung dari Tuhan kepada Nabi untuk membawa umatnya saat itu mencari keamanan atas diri mereka sebagai seorang Muslim. Hal ini juga yang membuat Islam kemudian berhasil berkembang di Madinah.

Bagi Sukma, ia mengakui bahwa hijrahnya ia menjadi umat Hindu merupakan buah pikirannya yang sudah melalui proses panjang selama puluhan tahun. Baginya, Agama Hindu merupakan tempat di mana ia lebih memperoleh kedamaian dalam jiwanya dibandingkan saat ia menjadi seorang Muslimah. Contoh kecil yang mendukung hal ini adalah pernyataan wanita yang gemar memanggil dirinya sendiri dengan kata 'Ibu' tersebut yang mengklaim bahwa cara sembahyang Hindu lebih meresap ke jiwanya.

"Ibu senang belajar beberapa agama seperti apa sih cara sembahyangnya, cara berdoanya. Jadi apalagi yang juga sebagian mengalir di leluhur ibu ini. Ya itu ingin tahu cara sembahyang Hindu Bali itu seperti apa, oh rupanya lebih bisa meresap di jiwa Ibu gitu," ungkapnya.

Baca Juga: Resmi Tinggalkan Islam, Pengakuan Sukmawati Mengejutkan: Cara Sembahyang Hindu Lebih Meresap Jiwa

Terlepas dari alasan-alasan lain Sukma dalam memeluk agama Hindu seperti terinspirasi dari neneknya, yakni Ibunda Presiden Soekarno, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben yang merupakan pemeluk Hindu tulen asal Bali, atau alasan kedekatannya dengan budaya dan kesenian Bali, maupun alasan lainnya, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap keputusannya memeluk Hindu, salah satu alasan kepindahan Sukma memeluk Hindu tampaknya merupakan pernyataan sikapnya atas pandangannya terhadap Islam yang hanya sebatas kultural dan sosial.

Hal ini mengutip kata-kata dari Cendekiawan Muslim Dr. Muhsin Labib terkait perpindahan agama seseorang.

"Kadang sebagian orang yang mengaku berpindah agama pada faktanya tidak pernah serius meyakini agama yang ditinggalkannya. Karena itu, menurut saya, mengaku berpindah agama tak niscaya berpindah keyakinan. Bagi sebagian orang agama hanyalah sebuah identitas kultural dan sosial, bukan keyakinan rasional tentang cara melaksanakan aturan Tuhan. Karenanya, di era modern yang marak dengan kehebohan dan sensasi, pindah agama adalah hal biasa. Yang kerap disebut perpindahan agama tak mesti perubahan keyakinan, tapi mungkin perubahan sikap terhadap sebuah objek. Keyakinan secara epistemologis adalah buah inferensi logis yang ajek berupa afirmasi atau negasi. Pindah agama pada sebagian kasus hanyalah perubahan sikap," dikutip dari cuitannya di Twitter pada Sabtu (23/10/2021).

Terkait Sukma, dilihat dari rekam jejaknya ia memang beberapa kali sempat bergesekan dengan sebagian umat Muslim di Indonesia. Beberapa kali ia menyatakan pandangannya yang cenderung kontra dengan pemahaman mereka. Meskipun pada dasarnya, hal tersebut berangkat dari pandangannya terhadap keadaan sosial-kultural masyarakat Islam di Indonesia, bukan terhadap Islam sebagai suatu ajaran.

Sebutlah kasus puisi kontroversialnya yang berjudul "Kidung Ibu Pertiwi" yang ia bacakan pada acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 lalu.

"Aku tak tahu Syariat Islam,

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah, lebih cantik dari cadar dirimu,

Gerai tekukan rambutnya suci, sesuci kain pembungkus ujudmu,

Rasa ciptanya sangatlah beraneka, menyatu dengan kodrat alam sekitar,

Jari jemarinya berbau getah hutan, peluh tersentuh angin laut,

Lihatlah ibu Indonesia, saat penglihatanmu semakin asing,

Supaya kau dapat mengingat, kecantikan asli dari bangsamu,

Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif, 

Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia,

Aku tak tahu Syariat Islam, 

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok, lebih merdu dari alunan azan mu,

Gemulai gerak tarinya adalah ibadah, semurni irama puja epada Ilahi, 

Nafas doanya berpadu cipta,

Helai demi helai benang tertentun, lelehan demi lelehan damar mengalun,

Canting menggores ayat ayat alam surgawi,

Pandanglah Ibu Indonesia, saat pandanganmu semakin pudar,

Supaya kamu dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu,

Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini,

Cinta dan hormat kepada Ibu Indonesia dan kaumnya,"

Baca Juga: Sukmawati Soekarnoputri pindah Agama, Bagaimana sosok dirinya?

Ditinjau dari kata-kata yang dipilih Sukma dalam puisi bernada puja-puji terhadap Bumi Nusantara tersebut, banyak di antaranya yang bagi sebagian umat Islam saat itu adalah penghinaan. Hal tersebut adalah wajar, karena bagi sebagian orang, membandingkan seni dan budaya dengan ajaran agama memanglah tidak relevan.

Terlebih, pengakuannya dalam puisi terkait ketidakpahamannya terhadap konsep Islam seharusnya dapat menjadi dasar dirinya tidak perlu melakukan perbandingan semacam itu. Terlepas dari fakta paham atau tidaknya ia terhadap Islam, sementara disklaimer ketidakpahamannya tersebut hanyalah sastra semata. Adapun Sukma telah meminta maaf atas puisi kontroversial tersebut dan mengaku tak bermaksud menghina Umat Islam di Indonesia.

Sukma pun pernah kembali terlibat kontroversi setahun setelahnya. Pada 2019, Sukma sempat memperoleh kecaman, bahkan pelaporan ke polisi lantaran dirinya dituding membanding-bandingkan jasa Nabi Muhammad SAW dengan ayahnya, Bung Karno.

Mengisi pidato dalam sebuah acara diskusi bertajuk 'Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme', Sukma yang awalnya membahas terkait perjuangan Indonesia merebut kemerdekaan dari jajahan Belanda kemudian melontarkan sebuah pertanyaan kontroversial kepada hadirin.

"Sekarang saya mau tanya semua, yang berjuang di abad 20 itu Yang Mulia Nabi Muhammad apa Ir. Soekarno untuk kemerdekaan? Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau jawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini," tanya Sukma,

"Di abad 20, yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia itu Nabi Yang Mulia Muhammad atau Ir. Soekarno? Tolong jawab, silakan anak-anak muda, saya mau tahu jawabannya, ayo jawab! nggak ada yang berani? Saya mau yang laki-laki, kan radikalis banyaknya laki-laki," ujarnya.

Sempat ada seorang mahasiswa berdiri dan mencoba menjawab Sukma. Anak tersebut membenarkan bahwa sosok yang berjuang di awal abad ke 20 untuk kemerdekaan Indonesia itu Bung Karno. Namun, saat ia hendak memberikan penjelasan lebih lanjut, Sukma langsung memotong pembicaraan anak tersebut dan menegaskan bahwa hanya jawaban salah satu antara Muhammad atau Soekarno yang dibutuhkannya. Ia kemudian menekankan bahwa wajar apabila menghormati para pejuang terdahulu dan jangan dilarang.

"Oke, setop. Hanya itu yang ibu mau tanya. Memangnya kita nggak boleh menghargai, menghormati, orang-orang mulia di awal-awal, pokoknya abad modern? Apakah suri tauladan itu hanya Nabi? Ya, oke, nabi-nabi, tapi pelajari perjalanan sejarah, ada revolusi industri. Apakah kita tidak boleh menghargai seperti Thomas Jefferson, Thomas Alva Edison, orang-orang mulia untuk kesejahteraan manusia?" pungkas Sukma.

Tentu saja hal tersebut adalah bentuk cacat pikir Sukma karena ucapannya tersebut tidak kontekstual dan tak bermanfaat sama sekali, terlebih ucapannya tersebut tidak sesuai dengan tema acara. Meskipun, apa yang dikatakan Sukma sama sekali bukan bentuk penodaan agama dan hanya semata opini pribadinya dan tidak sepantasnya ditanggapi dengan laporan ke polisi.

Namun, pada dasarnya sangat tidak relevan apabila membandingkan Soekarno dengan Muhammad. Bukan masalah tidak setara, tetapi baik Bung Karno maupun Muhammad memiliki misi serupa, yakni sama-sama memperjuangkan pembebasan dari kezaliman. Sementara Bung Karno membebaskan bangsa Indonesia dari jajahan kolonial, Muhammad membebaskan masyarakat Arab dari kezaliman kaum jahiliyyah.

Lebih jauh, Soekarno sendiri mengidolakan Islam dan Nabi Muhammad SAW serta banyak memperoleh inspirasi darinya dalam menjalankan misinya merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Soekarno juga pernah menyinggung spirit perjuangan cucu Nabi, Husein bin Ali yang rela dibantai pada peristiwa Pertempuran Karbala demi melawan kezaliman rezim Dinasti Bani Umayah yang saat itu dipimpin penguasa lalim berkedok 'khalifah' Yazid bin Muawiyah.

"Imam Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, di mana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman," kata Bung Karno dikutip dari buku "Di Bawah Bendera Revolusi".

Selain itu, ajaran Islam Nabi Muhammad SAW juga turut mengajarkan pentingnya nasionalisme yang mana menjadi ideologi Bung Karno sebagai pemimpin Bangsa Indonesia, yakni perintah yang berbunyi 'Hubbul Wathan Minal Iman' yang berarti 'mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman'.

Adapun Sukma bahkan setelah resmi berpindah ke Agama Hindu masih sempat menyentil umat Islam sebagai kaum mayoritas di Tanah Air. Ia menyebut agar kaum mayoritas tidak bersikap angkuh, yang menurutnya sesuai yang diajarkan oleh Bung Karno. Ia menegaskan agar pemeluk agama di Indonesia menghormati pemeluk agama lain yang minoritas.

"Memang Indonesia itu beragam, bertoleransi dengan baik. Jangan mayoritas itu menjadi mayoritas yang angkuh, kemudian tidak toleransi dengan minoritas," tegasnya usai menjalani prosesi upacara pindah agama Sudhi Wadani di Singaraja, Bali, Selasa (26/10/2021).

Baca Juga: Resmi Pindah Agama, Sukmawati Sentil Umat Islam: Jangan Angkuh, Itu Pesan Bung Karno!

Bagaimanapun, berbagai sikap yang ditunjukkan Sukma tentu memiliki sebab-akibat tersendiri. Faktor kondisi sosial-kultural masyarakat Muslim di Indonesia tentunya bisa saja menjadi sebab yang mengakibatkan Sukma menampilkan sikap terhadap kondisi yang baginya tidak cocok tersebut. Sehingga, ia berpindah haluan kepada kondisi yang lebih cocok untuknya, sesuai dengan apa yang dikatakan Dr. Muhsin Labib.

Bersambung ke Bagian 2.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover