Ramai PWNU Jatim Sebut Uang Kripto Haram, Tapi Bu Yenny Wahid Bilang Halal? Mana yang Benar?

Ramai PWNU Jatim Sebut Uang Kripto Haram, Tapi Bu Yenny Wahid Bilang Halal? Mana yang Benar? Kredit Foto: Instagram/Yenny Wahid

Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) beberapa waktu belakangan kembali menjadi sorotan masyarakat. Setelah kasus Gus Yaqut menyebut Kemenag sebagai 'hadiah untuk NU', kini PWNU Jawa Timur baru saja mengeluarkan fatwa yang mengharamkan cryptocurrency (uang kripto) yang kini tengah marak diminati.

Keputusan tersebut merupakan hasil dari forum bahtsul masail yang diadakan oleh NU Jatim pada Minggu (24/10/2021) lalu. Hal inipun dikonfirmasi oleh Wakil Ketua PWNU Jatim KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) yang mengamini bahwa uang kripto hukumnya haram.

"Iya berdasarkan hasil bahtsul masail, cryptocurrency (hukumnya) haram," kata Gus Fahrur dilansir dari CNNIndonesia.com, Jumat (29/10/2021).

Adapun terdapat sejumlah alasan yang menjadi dasar hasil forum tersebut memutuskan untuk mengharamkan praktik transaksi uang kripto. Menurut pengakuan Gus Fahrur dalam kajiannya, uang kripto dianggap lebih banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk diukur. Hal ini menurutnya mirip dengan berjudi, sementara judi haram menurut Islam, sehingga kripto tidak pantas untuk dijadikan sebuah instrumen investasi. Selain tidak memenuhi unsur jual beli, kripto juga cenderung terhadap penipuan dan judi.

"Karena lebih banyak unsur spekulasinya. Jadi itu tidak bisa menjadi instrumen investasi. Jadi secara fikih, jual beli itu harus ada kerelaan dan tidak ada penipuan. Tapi dalam crypto itu orang lebih banyak tidak tahu apa-apa, orang itu terjebak, ketika tiba-tiba naik karena apa, turun karena apa. Sehingga murni spekulasi, mirip seperti orang berjudi," paparnya.

Ia membandingkan uang kripto dengan saham yang menurutnya lebih jelas karena yang diperjualbelikan adalah hak kepemilikan di suatu perusahaan, sehingga naik tururunnya nilai merujuk kepada keuntungan dan kerugian perusahaan tersebut.

Namun, juga mengetahui bahwa uang kripto memiliki bermacam jenis, seperti yang populer adalah Bitcoin, Ethereum, juga Dogecoin. Sehingga menurutnya, perlu ada pendalaman lebih jauh terhadap penindaklanjutan fatwa tersebut. Ia menyebut bahwa intisari dari fatwa ini akan mengharamkan apabila mengandung spekulasi seperti judi.

"Ahli-ahli mengatakan ada sekian ratus jenis. Mungkin ada yang benar, mungkin ada yang tidak benar, tapi ketika ada yang mengandung unsur spekulasi, ya itu judi dan tidak boleh," jelasnya.

Baca Juga: Yenny Wahid Sentil Ketum PBNU Said Aqil, Menohok

Kabar terkait kemunculan fatwa PWNU Jatim tentang haramnya uang kripto pun sontak menjadi perbincangan masyarakat. Sebagian umat Muslim, khususnya pengikut NU mengamini fatwa tersebut dan bersikap patuh. Salah satunya adalah salah satu tokoh NU Jatim yang juga penggagas situs KawalPemilu.org, Ainun Najib.

Ia yang awalnya turut bermain uang kripto kemudian serta merta mengumumkan untuk berhenti dan menjual seluruh aset kriptonya tersebut setelah fatwa diterbitkan. Hal ini seperti dikutip dari cuitannya di Twitter pada Kamis (27/10/2021).

"Sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami patuh). Melepas semua (cuma sedikit kok) bitcoin yang tersisa," tulisnya, dikutip Jumat (29/10/2021).

Nyatanya cuitannya tersebut pun sempat ramai karena ada salah satu netizen yang merespons. Salah satunya adalah netizen bernama Prasdianto. Menurutnya, ia tidak setuju dengan sikap yang ditunjukkan Ainun yang ia rasa kurang kritis, karena hanya mengikuti perintah tanpa mempertanyakan alasan dibalik perintah tersebut.

"Ada fatwa "kripto haram", langsung "saya dengan dan saya ikuti". Ditanya kenapa? jawabnya "ga mau repot saya ikuti aja". Udah mengenyam pendidikan tinggi tapi sikapnya kaya gini. Masih bertanya apa yg salah dengan pendidikan Indonesia?" sindirnya merujuk ke cuitan Ainun, dikutip Jumat (29/10/2021).

Netizen yang lain pun sadar bahwa cuitan ini memang untuk menyindir Ainun. Bahkan Ainun sendiri pun turut membalas di kolom komentar cuitan tersebut. Nyatanya, banyak pula yang membela sikap Ainun. Salah satunya adalah penulis Agus Mulyadi yang juga terkenal sebagai suami tokoh NU wanita Kalis Mardiasih. Menurutnya, sikap Ainun sudah masuk akal.

"Fatwa itu berhubungan dengan pemahaman fikih. Ilmu yang, setinggi apapun pendidikan seseorang, belum tentu ia menguasainya. Sehingga, "ngikut saja" menjadi jalan yg masuk akal. Profesor pun, kalau debat sama montir Ahass tentang merek oli apa yang terbaik buat Vario, ya pasti kalah," ujarnya dikutip Jumat (29/10/2021).

Ia juga menambahkan bahwa membantah fatwa tersebut, boleh saja, akan tetapi yang secara "otoritatif" untuk membantahnya adalah yang memahami fikih dan juga memahami kripto. Jikalau hanya paham salah satunya, baiknya mengikut saja seperti Ainun. Tak mematuhinya pun sama bolehnya, selama perkara tersebut masih di ranah kepercayaan.

Tak hanya itu, ia juga memberikan informasi terkait fatwa haram kripto oleh NU baru diputuskan oleh PWNU Jatim. Ia menyebutkan bahwa di forum kajian NU lainnya, yakni Islamic Lawfirm dan Wahid Foundation yang digawangi putri mendiang Gus Dur, Yenny Wahid justru memperbolehkan uang kripto.

Yenny sendiri pada September lalu, bersama forum kajian Islamnya tersebut juga sempat menyelenggarakan bahtsul masail secara terpisah. Adapun hasil dari diskusi tersebut, Yenny berpendapat bahwa memang sebagian pihak menilai kripto halal karena bebas riba jika dibandingkan dengan uang fiat dan bank konvensional. 

Hal tersebut juga didukung oleh transaksi blockchain yang mana merujuk kepada transaksi secara langsung peer-to-peer (tanpa perantara). Yenny juga berpendapat bahwa kripto halal dan akan menjadi haram apabila sudah dilarang oleh negara. 

Kendati demikian, Yenny juga tidak membantah pendapat kripto haram karena memiliki unsur spekulasi, di mana harga dapat berubah begitu cepat tanpa sentimen yang jelas. Selain itu, tingkat volatilitas mata uang kripto amat tinggi sehingga berpotensi judi, yang mana menjadikannya tidak pantas diperdagangkan karena tidak memiliki underlying asset (objek dasar transaksi sukuk).

Kiai Azizi Chasbullah juga sempat menyatakan bahwa kripto memiliki kemungkinan bisa menghilangkan legalitas transaksi. Selain itu, ia juga menyebut bahwa status uang kripto tidak bisa dikategorikan sebagai komoditi sehingga sifatnya haram secara syariat Islam.

'Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun crypto telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditi, tetap tidak bisa dilegalkan secara syariat," ujarnya dikutip dari laman resmi NU Jatim, Jumat (29/10/2021).

Lebih lanjut, Gus Fahrur juga menyebut bahwa kemungkinan hasil bahtsul masail PWNU Jatim yang memutuskan bahwa uang kripto haram tersebut kabarnya akan diusulkan ke dalam Muktamar NU yang akan diselenggarakan pada Desember mendatang. Harapannya, kajian tersebut dapat dijadikan rekomendasi untuk pemerintah demi menyelamatkan korban-korban yang dirugikan oleh praktik uang kripto.

Baca Juga: Jadi, Selera Siapa yang Akan Teruskan Estafet Kepemimpinan PBNU?

Adapun sebagai informasi, Perdagangan uang kripto saat ini masih diatur di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (BAPPEBTI). Sementara itu, BAPPEBTI, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar, dan Kemendag menyatakan bahwa pemerintah kini masih dalam proses penggagasan pembentukan Bursa Aset Kripto dan Lembaga Kliring untuk melakukan pengawasan berjenjang oleh regulator dan SRO kepada pedagang aset kripto, hal ini seperti dilansir dari Merdeka.com pada Jumat (29/10/2021).

Aset kripto sendiri sebenarnya sudah diatur oleh Pemerintah dalam Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, sebagaimana diubah dengan Perba Nomor 9 Tahun 2019, Perba Nomor 2 Tahun 2020. serta Nomor 3 Tahun 2020.

Seperti diketahui, di Indonesia sendiri minat masyarakat untuk berinvestasi pada uang kripto sangat tinggi. Sejauh ini, nilai transaksi telah meningkat secara signifikan mencapai 875,2 persen, di mana pada 2020 lalu nilai transaksi mencapai Rp 64,9 triliun, dan pada Januari hingga September 2021 telah mencapai Rp 632,9 triliun.

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover