Semua Bersatu Hajar Mafia PCR yang Beratkan Rakyat!

Semua Bersatu Hajar Mafia PCR yang Beratkan Rakyat! Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Polemik terkait kebijakan tes PCR yang beberapa waktu belakangan meresahkan masyarakat kini telah memasuki babak baru. Dua sosok Menteri di Pemerintahan Presiden Jokowi, yakni Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir, kini dirumorkan sebagai orang pemerintahan yang menjadikan alat tes virus Covid-19 tersebut sebagai ladang bisnis.

Nama Luhut dan Erick disebut memiliki saham di perusahaan alat tes PCR dan swab antigen, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Mereka diduga merupakan orang pemerintahan yang turut bermain dalam bisnis PCR tersebut. Adapun hal itu mencuat setelah berbagai kalangan masyarakat mendesak pemerintah untuk mengusut aturan yang dinilai memberatkan masyarakat dan berbau kepentingan segelintir kelompok itu.

Seperti diketahui sebelumnya, muncul wacana terkait aturan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang mewajibkan masyarakat untuk melakukan tes PCR sebelum melakukan perjalanan menggunakan sarana transportasi. Wacana tersebut meresahkan masyarakat karena dianggap memberatkan masyarakat di tengah krisis ekonomi akibat dampak pandemi, sementara mereka yang hendak bepergian terpaksa harus merogoh kocek untuk melakukan tes PCR yang tarifnya terpaut mahal.

Semua tahu pada masa-masa kritis pandemi, tarif tes PCR memang begitu mahal hingga mencapai jutaan rupiah. Sementara pendapatan sebagian masyarakat Indonesia cenderung menurun akibat meredupnya perputaran roda ekonomi. Kini, penanganan Covid-19 secara berangsur-angsur semakin membaik, akan tetapi dampak redupnya ekonomi akibat pandemi kini masih kesulitan untuk menanjak.

Di tengah-tengah masa transisi ini, kemunculan wacana aturan wajib tes PCR sebelum bepergian dengan moda transportasi tentu saja membuat masyarakat naik pitam. Pasalnya, pandemi kini sudah melandai, namun secara ekonomi mereka masih banyak yang belum sepenuhnya pulih. Sehingga, aturan wajib tes PCR tersebut dinilai sangat tidak masuk akal dan bahkan mereka merasakan kejanggalan dalam kemunculan aturan yang secara mendadak tersebut.

Kali ini, masyarakat tampaknya satu suara menolak aturan tersebut, bahkan dari kalangan pendukung pemerintah sekalipun. Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah pendukung-pendukung pemerintah yang terkenal seperti Denny Siregar, Ferdinand Hutahaean, hingga Ade Armando.

Mereka seakan membuktikan bahwa bagaimanapun besarnya dukungan mereka terhadap pemerintah, hal ini sudah di luar batas dan memang pantas untuk dikritik. Lebih jauh, ini juga menjadi bukti bahwa kebijakan tersebut memanglah bermasalah hingga 'kawan' pun turut mengkritik.

Ferdinand dalam cuitannya sangat gencar mengkritisi kebijakan tersebut. Ia dengan lantang menyebutkan kebijakan tersebut tidaklah tepat karena seakan sedang memenuhi hasrat pebisnis alat PCR.

Baca Juga: Minta PCR Jadi Syarat Terbang Dihentikan, Ferdinand: Selain Tidak Tepat, Juga Ngada-ngada!

"Menurut saya kebijakan ini tidak tepat. Mall, restauran, bus, kereta api, pesawat terbang, perkantoran secara prinsip adalah sama2 ruangan tertutup. Kebijakan ini terkesan sdg memenuhi hasrat pebisnis alat PCR. Bukankah vaksin dan masker ganda cukup melindungi," ujarnya merespon berita yang beredar terkait rencana pemerintah wajibkan tes PCR di semua transportasi, dikutip Sabtu (6/11/2021).

Ia juga sempat mengimbau agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dinilainya cenderung hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan pribadi.

"Jangan jadikan PCR sbg alat kendali penyebaran covid. PCR itu alat uji bukan alat pencegah atau pengendali. Jangan salah gunakan kewenangan untuk keuntungan pengusaha dengan membebani rakyat. Sy berharap Pres @jokowi melakukan evaluasi utk hal ini," tulisnya.

Sementara itu, Denny Siregar juga turut keras mengkritik kebijakan yang menurutnya mengherankan tersebut. Ia menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan blunder bagi pemerintahan Jokowi. Hal ini disampaikannya merespon kritik Ketua DPR RI Puan Maharani yang merasa heran terhadap kebijakan tersebut.

"Sama, mbak Puan, saya jg heran. Udah bagus2 kemaren naik pesawat murah, eh disuruh pake PCR dgn biaya mahal.. Pak @jokowi maaf, ini blunder," sindirnya di Twitter, dikutip Sabtu (6/11/2021).

Ade Armando bahkan menekankan bahwa kebijakan tersebut memang layak untuk ditolak. Bahkan bagi dirinya dan para 'Jokowers' (Pendukung Jokowi) sekalipun akan turut menolak. Ia juga mempertanyakan pihak yang diuntungkan dari kebijakan tersebut.

"Kewajiban test PCR bagi penumpang pesawat terbang memang layak ditolak. Para Jokowers pun menolaknya. Pertanyaannya: siapa yang diuntungkan oleh kebijakan aneh ini?" cuitnya, dikutip Sabtu (6/11/2021).

Berangsur setelah banyak masyarakat yang menggedor kebijakan tersebut, pemerintah mulai memberikan keringanan seperti tes PCR hanya diwajibkan bagi transportasi udara, serta mematok harga PCR yang diturunkan agar tidak melebihi Rp 300 ribu. Meski begitu, masyarakat masih banyak yang mengkritisi agar kebijakan tersebut dihapuskan saja dan untuk pelaksanaan tes Covid-19 cukup menggunakan antigen yang jauh lebih murah.

Adapun semakin lama, semakin terbongkar borok dari kebijakan yang penuh tanda tanya tersebut. Saat itulah muncul dugaan-dugaan terkait pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam kebijakan ini. 

Denny Siregar sangat menyoroti bagaimana tes PCR ini tampak begitu memiliki kepentingan gelap bagi perusahaan-perusahaan tertentu dengan memanfaatkan kewenangan dengan titik berat berada di tangan masyarakat.

"Selama masih banyak peraturan yang dikeluarkan dgn konsep "wajib", maka banyak pencuri jg akan memanfaatkan. Bisnis ginian menggiurkan. Biaya belinya murah, jualnya gila2an. Dan kita ga bisa ga beli, krn diwajibkan," sindirnya pada perusahaan-perusahaan 'nakal' yang memanfaatkan peraturan tersebut untuk keuntungan pribadi.

Ia juga menilai bahwa kebijakan PPKM sudah cukup baik dan situasi masyarakat sudah cukup tenang karena pandemi yang semakin terkontrol. Namun dengan munculnya aturan PCR tersebut, justru malah membuka borok pihak-pihak yang berkentingan di atas aturan tersebut.

"Padahal kebijakan PPKM sudah keren, situasi sudah tenang, eh ada aja kewajiban PCR. Akhirnya dibongkar2kan siapa aja yang bermain disana? Harusnya kalo udah untung ya exit aja, gak usah diterus2kan. Akhirnya keliatan boroknya..," ungkapnya.

Baca Juga: Kritik Aturan PCR yang Berubah-ubah, Denny Siregar: Birokrasi Kita Dari Dulu Amburadul!

Bahkan pihak Jokowi Mania (JoMan) juga turut menentang kebijakan tersebut dan menyebut lantang bahwa pasti ada yang berkepentingan di belakangnya. Hal ini disampaikan oleh Ketua JoMan Immanuel Ebenezer. Ia berani terang-terangan memastikan bahwa ada yang terlibat dengan bisnis PCR tersebut di lingkaran Jokowi.

"Saya nggak mau pakai kata dugaan, saya bertanggung jawab atas apa yang saya sampaikan," tegasnya meyakinkan bahwa memang banyak maling di dalam lingkaran Jokowi, dilansir dari KOMPAS TV, Sabtu (6/11/2021).

"Problemnya garong-garong, maling-maling di sekeliling Jokowi ini tidak pernah peka sosial. Saya nggak mau pakai kata indikasi, saya bilang garong, maling," pungkasnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti pengakuan Luhut dan PT GSI yang mengaku tidak mencari keuntungan dalam tes PCR. Ia menyebut bahwa GSI berbohong karena dari data tahun 2000 sampai 2021 yang ditermukan JoMan, GSI sudah 7 kali melakukan perubahan akta. 

Adapun Luhut sendiri memang sempat memberikan klarifikasi, yang mana ia mengaku bahwa dirinya memang terlibat, namun ia menyebut bahwa dirinya tidak mengambil untung sepeserpun untuk pribadi dari PT GSI.

Selain itu, Immanuel juga mempertanyakan harga PCR yang menurutnya tidak transparan karena terus menerus berubah namun tidak pernah secara konsisten diungkap.

"Ini harga PCR sebetulnya berapa? ini kan tidak diungkap. Dan kita menemukan terakhir kemarin, harga antigen itu cuma Rp 18 ribu per stik. Kok mereka naikin Rp 100 ribu, kan kurang ajar mengambil bisnis di tengah penderitaan rakyat ini. Ini pemeras semua, pemeras. Karena PCR ini lucu dari Rp 2 juta, Rp 1 juta, kemudian Rp 450 ribu, Rp 275 ribu, ini kan dilelang harganya, kurang ajar," tandasnya kesal dengan permainan pihak-pihak yang menurutnya licik tersebut.

Sementara dari pihak Pro Jokowi (Projo), Bendahara Umum DPP Projo Panel Barus juga lantang meminta agar Presiden Jokowi segera bertindak memutus rantai mafia PCR yang memberatkan masyarakat.

"Presiden Jokowi bisa segera bertindak. Jokowi tahu mana yang kardus atau kayu jati," katanya dikutip dari GenPI.co, Sabtu (6/11/2021).

Ia menilai bahwa aturan PCR yang tidak konsisten sudah memperjelas status keberadaan mafia PCR. Menurutnya, beban biaya tes PCR sangat mencekik rakyat yang tengah kesulitan dilanda pandemi Covid-19. Maka dari itu, Presiden Jokowi, menurutnya, harus segera membasmi para mafia tersebut.

"Kami meminta Presiden Jokowi menghilangkan mafia PCR yang memberatkan rakyat tersebut," tegas Panel.

Sementara itu, Presiden Jokowi sendiri sampai saat ini masih belum mengambil tindakan lebih lanjut atas hiruk pikuk PCR tersebut. Banyak masyarakat yang khawatir dan mendesak agar Jokowi segera mengambil langkah dan mengusut tuntas kebijakan beserta sosok-sosok yang berkepentingan di belakangnya. 

Baca Juga: Diduga Jokowi Tahu soal Mafia PCR, Harus Dikawal!

Terkait

Terpopuler

Terkini

Populis Discover